Ghiga: Pewaris Takdir Leluhur Session 1 Bagian 22

 Ratri memimpin pasukan pengawalnya untuk menyerang Ghiga, Maya, dan Reza. Dalam ruang bawah tanah yang penuh dengan ukiran kuno dan mesin-mesin futuristik, pertempuran sengit pecah.  


Ghiga menghadapi Ratri langsung, sementara Maya dan Reza mencoba mengatasi para pengawal.  


Ratri vs. Ghiga  


"Berhentilah melawan, Ghiga. Kamu tahu aku benar!" seru Ratri sambil menyerang dengan kecepatan luar biasa.  


Ghiga, meskipun terluka, tetap bertahan. Dengan kombinasi ilmu silat dan kecerdasannya, ia menggunakan lingkungan sekitarnya untuk menahan serangan Ratri.  


"Apa pun yang kamu rencanakan, aku tidak akan membiarkan kamu menghancurkan dunia!" balas Ghiga.  


Ratri tersenyum licik. "Dunia butuh arah, bukan kebebasan. Aku memberikan solusi, sementara kamu hanya memperlambat kemajuan."  


Maya dan Reza Melawan Waktu  


Di sisi lain ruangan, Maya dan Reza berusaha menjinakkan mesin inti Proyek Pralaya.  


“Reza, kamu bisa menghentikan ini?” tanya Maya sambil menahan serangan dari dua pengawal.  


“Mesinnya rumit banget! Ini seperti menggabungkan sistem teknologi modern dengan algoritma kuno!” Reza menjawab sambil berkutat di depan panel kontrol.  


“Cepat, Reza! Aku tidak bisa menahan mereka lebih lama!” Maya menggunakan gerakan silat untuk menjatuhkan satu pengawal, tapi jumlah mereka terlalu banyak.  


Reza akhirnya menemukan titik lemah dalam sistem. “Aku butuh lima menit lagi untuk menonaktifkan ini!”  


“Lima menit itu terlalu lama!” balas Maya sambil menghindari serangan tajam.  


Pertarungan Memuncak  


Ghiga dan Ratri bertarung semakin sengit. Dengan setiap serangan, Ghiga mulai menyadari pola kelemahan Ratri.  


“Kamu berpikir cepat, tapi kamu tidak membaca langkah lawanmu dengan baik,” ujar Ghiga sambil mengelak dari pukulan.  


"Dan kamu terlalu emosional untuk melihat gambaran besar!" balas Ratri, menyerang dengan teknik-teknik bela diri yang dipadukan dengan alat canggih.  


Ghiga memanfaatkan momen ketika Ratri terlalu fokus menyerang. Dengan gerakan silat yang lincah, ia berhasil melumpuhkan senjata di tangan Ratri, membuat wanita itu terjatuh sementara.  


Namun, Ratri dengan cepat bangkit kembali, kali ini memegang perangkat kendali Proyek Pralaya.  


"Jika aku tidak bisa mengontrol dunia, maka tidak ada yang bisa!" teriak Ratri sambil bersiap mengaktifkan mesin inti.  


Pilihan Sulit  


Reza akhirnya berhasil mematikan sebagian sistem mesin, tetapi perangkat kendali di tangan Ratri masih aktif.  


“Ghiga! Jika dia menekan tombol itu, kita semua selesai!” teriak Reza.  


Ghiga menghadapi dilema besar. Ia harus menghentikan Ratri tanpa merusak pusaka leluhurnya, yang telah menjadi bagian dari rencana besar ini.  


“Ratri, hentikan ini! Tidak ada yang menang jika kamu melanjutkan!” seru Ghiga.  


“Kalau begitu, buktikan kalau kamu lebih pantas dari aku!” balas Ratri sambil menyerang lagi.  


Akhir Pertarungan  


Dengan keahlian silat dan kekuatan tekad, Ghiga berhasil melumpuhkan Ratri dalam serangan terakhir yang cepat dan mematikan. Ia menjatuhkan perangkat kendali dari tangan Ratri, yang kemudian dihancurkan oleh Maya.  


Ratri terjatuh, lemah dan tak berdaya. Namun, ia masih tersenyum. “Kamu pikir ini sudah selesai? Aku hanya bagian kecil dari rencana yang lebih besar...”  


Ratri pingsan sebelum bisa melanjutkan kalimatnya.  


Misi Selesai  


Dengan mesin inti yang dinonaktifkan sepenuhnya, Ghiga, Maya, dan Reza berhasil menghentikan Proyek Pralaya. Namun, mereka tahu bahwa ancaman seperti ini bisa muncul lagi di masa depan.  


Ghiga berdiri di tengah ruangan, memandangi ukiran-ukiran leluhurnya yang penuh makna. “Kita sudah menyelamatkan hari ini, tapi perjuangan kita belum selesai.”  


Maya menepuk bahunya. “Setidaknya kita tahu bahwa ada orang-orang yang bisa diandalkan, bro.”  


Reza mengangguk. “Dan kita akan terus ada untuk melindungi apa yang penting.”  


Dengan keimanan, kecerdasan, dan kerja sama, Ghiga kembali melangkah ke dunia luar, siap menghadapi apa pun yang akan datang.  


Tamat.